Thursday, May 8, 2014

Capture

Pasar ini selalu ramai seperti biasanya, seperti mempunyai magnet yang mampu menyeret orang-orang dari belahan bumi bagian mana sekali pun. Antrian mobil panjang bergantian menunggu tempat untuk parkir. Orang-orang berlalu lalang dari pelanggan hingga penjual turun ke tengah jalan. Ingin beli ini, ingin beli itu. Semuanya seperti meminta untuk dibeli, warna cerah, suara meriah, seperti tak kenal panas maupun hujan, para penjual selalu semangat menawarkan dagangannya.

Melewati lagi panjangnya antrian mobil, gw dan dua kakak gw jalan menuju tempat penjual bahan tekstil yang berada diujung keramaian. Kakak gw sibuk memilih, gw bosan tapi siap untuk memutari toko itu dengan kamera ditangan. Banyak objek menarik, sampai-sampai gw mencapai lantai teratas toko itu.

Menarik.

Ujung tangga itu masih ditutupi atap, beruangan kecil dengan toilet dibagian pojok. Di depan toilet terdapat pintu keluar atap tak beratap. Banyak pegawai yang sedang menjemur kain-kain basah yang terkena bocoran air hujan. Objek yang nggak boleh dilewatkan momennya, tali terbentang dari ujung ke ujung, kain berwarna-warni yang tertiup angin. Ah, bersyukurnya gw diberi kesempatan untuk bisa melihat ini lebih tinggi, dari undak-undakan yang berada diujung atap.

Capture. Done.

Melihat hasilnya dilayar kamera, terdiam sejenak melihat indahnya foto-foto hari ini. Mulai dari foto gila-gilaan dimobil sama dua kakak yang sama gilanya, sampai foto sok art dengan objek-objek yang nggak biasanya gw temui setiap harinya.

Ya, gw suka sekali sama hal-hal baru dan menangkap momen itu.

Dorr.

Mata gw terbelalak, teriakan orang-orang mulai terdengar dari berbagai sudut, hampir saja æmenjatuhkan kamera. Menengok perlahan ke belakang. Dari ketinggian dua lantai gw melihat seseorang warga negara asing berpakaian rapi menembak orang disekitarnya dan gw melihat dia menembak dua orang lagi. Oh, dengkul gw gemetar, baru disadari kalau disebelah toko itu rumah duta besar sebuah negara. Tercengang, nggak sengaja bertatapan mata dengan penembak itu, gw langsung jongkok. Satu tembakan ditujukan ke arah gw.

Sial.

Kamera masih gw pegang, dari undak-undakan gw mengusir para karyawan yang lagi panik juga untuk mengosongi atap ini. Ini hal baru tapi gw nggak akan merekam objek ini. Terdengar kalau penembak itu minta diambilkan sebuah tangga, gw turun dari undak-undakan, menuju pojok berharap menjadi blind spot kalau-kalau kepala penembak itu muncul dibalik tembok. Benar, kan, dia mencari gw! Mencuri kesempatan kearah tangga untuk turun atau mengumpat sejenak di toilet atap. Siap untuk sprint, setelah dia menengok ke belakang. Terasa sangat jauh kalau lari dalam keadaan seperti ini. Sampai dipintu, gw bergegas masuk ke dalam toilet untuk menenangkan diri sejenak, sengaja nggak menutup pintu.

Gw butuh udara dan supaya nggak disangka tempat sembunyi.

Akhirnya tenang, nggak lagi mendengar suara terikan penembak itu maupun orang-orang yang ada di pasar. Mencoba untuk turun dan mencari kakak gw, toko itu sudah sepi, mungkin sudah dievakuasi sama polisi setempat. Keluar dari toko, mengambil ponsel mencoba menghubungi kakak. Nada sibuk. Mencoba lagi dan lagi.

Gw tersadar, pasar ini terlalu sepi.

Keringat mengucur, punggung gw basah. Mencoba naik lagi ke atap, mungkin gw bisa melihat kakak gw dari ketinggian. Penasaran muncul, coba mengintip ke rumah penembak. Sudah sepi, korban-korban yang tergeletak pun sudah nggak ada. Gerak cepat sekali penembak itu. Berlari ke pojok, melihat-lihat ke jalan pasar dan nggak juga menemukan kakak gw. Menelusuri pinggiran atap, sedikit tergelincir, mungkin air hujan atau semen yang berlumut. Menunduk, lalu jongkok.

Ini sih darah.

Menelusuri ceceran darah itu hingga pintu toilet. Melihat hal baru ini, gw jadi yakin nggak akan menemukan kakak-kakak gw, paling nggak, gw menemukan diri gw sendiri. 


Masih mau lanjut baca cerita dari mimpi gw yang lain? ini listnya:

Labirin antara hidup dan mati.
Tempat istirahat terakhir.
Syal merah saya.
Lagi-lagi langit marah.

Semoga mimpi indah!



No comments: