Hampir saja gue mengecewakan diri sendiri, nggak percaya diri dengan apa yang sudah diberi. Kehadiran little me yang tiba-tiba sudah hampir lima minggu waktu itu membuat hati gue bingung, mau senang atau mau sedih. Senang karena ini rezeki, memang sudah dinanti. Sedih karena keadaan yang lagi seperti ini, takut kalau badan nggak stabil dan mengecewakan suami kedepannya nanti.
Dokter yang tenang menjelaskan segalanya dan selalu bilang hal terburuk yang akan terjadi kalau ada sesuatu yang nggak kita tahu. Gue hanya pasrah, melihat semakin hari semakin stress karena pekerjaan yang semakin nggak stabil, semuanya di-push sampai tenaga terakhir. Sampai pada akhirnya bisa dibawa santai sama pikiran supaya nggak stress, banyak yang mengingatkan juga kalau trimester pertama itu harus dijaga. Pikiran aman terkendali, tapi sangat disayangkan badan sudah nggak bisa dikendalikan lagi. Tiga hari sebelum hari penentuan ada janin di kantung gue atau nggak, gue sakit, awalnya hanya bersin-bersin, karena semakin diforsir nggak kenal waktu, pulang malam malah membuat gue jadi flu.
Gue semakin nggak yakin.. cuma bilang sama little me, kalau memang rejeki dan kuat bertahan, kedepannya akan gue perhatikan.
Sehari sebelum ketemu dokter lagi, badan sudah lemas sekali, awalnya nggak mau masuk kerja, ingat sama janji yang nggak bisa dilewatkan demi nggak dicaci maki. Gue paksakan, berangkat siang, pulangnya kemalaman. Demam semakin menjadi, nggak boleh ada obat flu yang dikonsumsi, hidung terasa tertutup sendiri, cuma bisa minum air putih yang banyak dan makan buah jeruk yang asam dan manis sekali-kali. Nggak bisa tidur cepat saat itu, benar-benar nggak bisa napas dari hidung, nggak taunya sudah pagi lagi. Lemas sebadan-badan, mencoba kuat tapi badan menolak. Ingat kata nyokap, jangan minum obat, bikin saja air jahe hangat. Pagi menjelang siang, sebelum sarapan lumayan bikin hangat, napas juga lumayan lega. Menjelang sore, siap-siap ketemu dokter untuk penentuan.
Dokter nggak pakai basa-basi, langsung nyuruh naik untuk USG. Ini baru tujuh minggu, alat baru nempel perut, mata gue langsung fokus ke monitor, eh, little me nongol! Dokter belum ngomong, gue udah hahahehe duluan dan tepuk tangan. Pas dokter bilang hamdalah dan memberi tahu kalau sudah ada detak jantungnya, gue langsung melirik ke suami yang lagi senyum sumringah.
Alhamdulillah..
Ternyata little me kuat dan hebat nggak ketulungan! Padahal badan mumnya lagi berantakan nggak karuan.
Ini peringatan buat gue yang masih wira wiri terlalu ngurusin kantor yang lagi nggak terkendali. Sekarang harus ingat kalau ada suami dan little me yang nggak bisa keterusan dicuekin berkali-kali. Hidup harus diseimbangkan kembali, susah senang harus tetap bahagia. Kayak harus kembali lagi ke kursi pilot untuk menstabilkan pesawat yang lagi hilang kendali.
Sekarang, mau kemana kita, little me? Terus berdetak sampai waktu yang sudah ditentukan, ya.. gue sayang sama, little me.
- Little Me Story, Part 1